Buku karya Habiburrahman El Shirazy ini menceritakan Said Nursi, seorang ulama Turki yang memiliki gelar
Badiuzzaman atau keajaiban di zamannya dan dikemas dengan kisah perjuangan yang
dramatis. Banyak pelajaran yang dapat menjadi
ibrah atau pelajaran dari buku ini, khususnya
untuk para pemuda dan pembelajar ilmu untuk selalu senantiasa berpegang teguh pada AlQuran dan Sunnah di lingkungan yang memaksa kita untuk cinta dunia akan apa yang kita
inginkan dan lakukan.


Umat yang lemah. Iman yang tercampakkan. Fitnah menyambar siang malam. Serigala-serigala
yang kelaparan siap mencabik-cabik. Kebodohan merajalela. Kemaksiatan menyusup di manamana menjadi propaganda yang menggiurkan. Umat dilanda kecemasan dan ketakutan tiada
ujungnya. Mereka seperti berjalan dalam lorong kegelapan yang sangat panjang dan tidak tahu
ke mana melangkah, namun setelah menghabiskan banyak waktu tetap saja berada dalam
lorong yang gelap. Kitab suci dan sunnah Nabi seumpama lentera yang mereka pegang tapi
tidak dinyalakan. Seumpama pintu keluar yang mereka berada di depannya namun tidak
mereka buka. Akibatnya mereka terus berada dalam kegelapan yang pekat dan melelahkan
(Shirazy, 2017).

Tulisan di atas, menurut saya sangat mewakili umat saat ini, walaupun penulis
menggambarkan kejadian tersebut saat detik-detik Turki Utsmani runtuh. Saya sendiripun
membenarkan tulisan tersebut pada diri saya. Diri yang lemah, tidak mampu memanfaatkan
apa-apa yang diberikan oleh Allah
subhanahu wata’ala atas pendengaran, pengelihatan, dan
hati yang telah diberikan kepada saya untuk selalu ingat pada-Nya. Terlalu disibukkan dengan
urusan dunia yang melenakan, bahkan urusan akhirat yang niatnya saja masih mengharap
pada selain-Nya.
Allahummaghfirli Ya Rabb..


Sebagai pemuda yang berada di puncak kekuatan tertinggi setelah menjadi anak-anak
dan sebelum menjadi tua seharusnya mempunyai upaya-upaya yang besar dalam
membangkitkan diri, agama, dan bangsa. Hal ini digambarkan oleh ulama besar Badiuzzaman
Said Nursi yang masa mudanya dihabiskan untuk mencari ilmu, berdakwah, dan bermanfaat
bagi orang lain. Kecakapan ilmunya tidak membuat beliau menyombongkan diri, tetapi selalu
menyebarkan kepada murid-muridnya. Murid-muridnya pula menyebarkan ilmu gurunya
walaupun beliau di penjara dan di asingkan ke daerah terpencil. Ketika Turki Utsmani runtuh,
islam masih digaungkan oleh mereka walaupun dikecam oleh pemerintahan sekuler yang
tengah berkuasa.


Sosok yang menjadi peran utama pada novel ini adalah Fahmi. Fahmi adalah seorang
mahasiswa yang hatinya selalu terpaut dengan Al-Quran. Hafalan yang dimilikinya selalu
membasahi bibirnya untuk
murojaah dan bertasbih kepada-Nya. Sikapnya dan perilakunyapun diceritakan sebagai tokoh yang memiliki perilaku yang luhur. Pengambilan dalam setiap
keputusan atas kejadian juga berlandaskan dengan keilmuan islam yang telah dipelajari.
Bersama teman-temannya selalu megingatkan dalam kebaikan dan sama-sama pula
meneladani ulama besar Badiuzzama Said Nursi yang menggetarkan jiwa.


Reviewed by: Aida

Leave a comment

Your email address will not be published.

X