Maryam lahir dari keluarga yang dimuliakan oleh Allah, yaitu keluarga Imran, Maryam binti Imran. Sejak masih di dalam kandungan, ibunya telah bernazar untuk mengorbankan anak di dalam kandungannya kepada Allah dengan berdoa bahwa anak yang dikandungnya adalah laki-laki karena anak yang telah dikorbankan akan mengabdi di masjid (Baitul Maqdis) dan mendapatkan pembinaan disiplin serta penempaan fisik yang sangat berat, sehingga anak perempuan tidak dapat dikorbankan. “Tegesa-gesa” begitulah kata Imran kepada istrinya, bagaimana bila yang lahir adalah bayi perempuan dan bukan laki-laki. Qodarullah, benar kata Imran, Allah berkehendak lain, bayi yang lahir adalah bayi perempuan yang kemudian diberi nama Maryam, wanita terpilih yang dirahmati Allah.

Maryam lahir dalam keadaan yatim, Imran telah tiada ketika Maryam masih dalam kandungan ibunya. Bahkan kemudian tak lama setelah kelahirannya, Ibunya menyusul kepergian Imran sehingga Maryam menjadi bayi yatim piatu yang tak memiliki ayah maupun ibu. Kisah kelahirannya saja sudah membuat hati teriris pedih, kehilangan orangtua yang pada hakekatnya menjadi tempat bersandar dan sumber segala kehidupan. Maryam bayi akhirnya dirawat oleh pamannya, Nabi Zakaria bersama istrinya sampai umurnya cukup untuk diserahkan ke Baitul Maqdis.

Nazar tetaplah nazar yang tentu harus dipenuhi, dengan berat hati keluarga Nabi Zakaria melepaskan Maryam kecil untuk mengabdi di Baitul Maqdis. Maryam memiliki ruangan sendiri yang terpisah dari ribuan anak laki-laki lain yang dikorbankan, Nabi Zakaria membuatkan mihrab untuknya supaya Maryam dapat terjaga dan terlindungi dari dunia luar. Setiap hari Maryam menghabiskan waktunya untuk beribadah pada Allah, mendirikan shalat dan zikir setiap waktu, tak pernah bibirnya berhenti berdzikir menyebut asma Allah sehingga para malaikatlah yang menjadi teman setianya. Sungguh, hidup Maryam sangat jauh dari kesia-siaan dan kesenangan duniawi. Maryam yang sangat jarang bicara memang hamba yang mulia di sisi-Nya

Hingga ketika Maryam telah mulai tumbuh dewasa, Allah memilihnya dan mentakdirkan padanya untuk mengandung di dalam rahimnya sang kalamullah, laki-laki suci lagi mulia penerima wahyu dan Nabi utusan Allah, Isa bin Maryam. Berita tersebut disampaikan oleh Malaikat Jibril yang diutus oleh Allah dengan menampakkan diri di hadapan Maryam menjadi seorang manusia yang sempurna agar Maryam tidak merasa takut dan memahami apa yang disampaikan kepadanya. Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu untuk menyampaikan anugerah kepadamu, seorang anak laki-laki yang suci.” Dia (Maryam) berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!” (Q.S. Maryam [19] : 19-20). Sesungguhnya segala sesuatu mudah bagi Allah, hal yang tidak logis dan tak pernah terpikirkan dalam akal manusia dapat terjadi apabila Allah telah berkehendak dan menetapkannya. Maryam rela akan takdirnya. Takdir yang berat karena banyak orang yang tidak akan percaya bahwa pohon dapat bertumbuh tanpa benih, seorang bayi ada tanpa seorang ayah sehingga akan muncul fitnah perzinaan pada Maryam. Takdir yang baik lagi mulia karena yang ada di dalam kandungannya adalah seorang kalamullah, Isa al-Masih yang senantiasa dimuliakan oleh Allah di dunia dan di akhirat.

Maka Maryam pun mengandung dan mengasingkan diri ke tempat yang jauh, seorang diri. Kemudian, rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (Maryam) berkata, “Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.” (Q.S. Maryam [19] : 23). Maryam merasa sakit dan pedih atas apa yang dirasakan dalam kesendirian dan keheningan, ditambah rasa sakit yang terasa saat bayi yang dikandungnya begerak-gerak, sebuah kepedihan yang luar biasa. Ditengah kepedihannya yang semakin menjadi, terdengar suara malaikat Jibril “Janganlah kamu bersedih hati. Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu. Niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.”

Lahirlah putra Maryam, Isa bin Maryam. Maka kembalilah Maryam ke Baitul Maqdis dengan membawa bayi dalam dekapannya. Cercaan dan hinaan ditujukan padanya, bahkan kayu dan batu juga melayang untuk menyerang Maryam. Maryam tidak berhenti dan tetap berjalan lurus, tak berbicara, diam seribu bahasa. Begitu beratnya cobaan Maryam, tetapi ia tetap kukuh tak gentar untuk menapaki jalannya. Semakin diam, semakin teguh Maryam melangkahkan kakinya, begitulah Allah menguatkannya. Begitu pula ketika Isa tumbuh dewasa, Maryam dengan setia menemaninya kemanapun ia pergi untuk menyebarkan ketauhidan, merawat dan membesarkan Isa dengan sepenuh hati, seorang ibu dan wanita lagi mulia dan penuh kasih sayang.

Begitulah Maryam, Maryam yang telah dipilih oleh Rabbi, Maryam sang yatim piatu, Maryam yang telah dikurbankan, Maryam yang telah disucikan, Maryam yang tirainya tertutup rapat untuk dunia, sungguh mulia kedudukannya di sisi-Nya. Meski Maryam tercipta di dunia, namun kenyataannya dunia bukan untuknya karena baginya dunia tak lebih dari setarik nafas ataupun sehelai bulu yang terhempas. Segala yang ia cintai telah diberikan kembali kepada Allah, termasuk Isa, yang telah ia ikhlaskan untuk diangkat ke langit. Sungguh berat rasanya, karena Isa lah satu-satunya miliknya, keluarganya, putranya, keturunannya, bahagianya, kehidupannya, tetapi Maryam tahu bahwa ia bukanlah pemilik sejati dari putranya, karena sejatinya Isa adalah milik Allah yang dititipkan kepada Maryam yang dapat diambil kapan saja oleh pemiliknya. Itulah wanita sejati, Maryam. Keteguhannya laksana gunung yang berdiri kokoh, ia telah meleburkan diri ke dalam cinta dan kasih sayang, kepedihan hidupnya ia simpan di dalam hati dan guyuran doa. Sungguh Maryam wanita mulia yang telah dididik dan dirawat sendiri oleh Allah dengan hidayah-Nya.

Ditulis berdasarkan novel serial 4 wanita penghuni surga : Maryam, Bunda Suci Sang Nabi karya Sibel Eraslan

Leave a comment

Your email address will not be published.

X