Ya begitulah keadaan mayoritas umat muslim zaman sekarang, ketika waktunya ibadah ia bilang sibuk, banyak tugas, banyak laprak, kata “nanti” selalu menjadi jurus andalan, sangat sering menunda kebaikan. Lain lagi ketika diberi tanggung jawab dilain tempat, jadi panitia kegiatan misalnya, diberi tugas oleh ketua langsung tancap gas, diberikan deadline oleh dosen juga langsung dikerjakan. Ada yang salah, mengapa ketika dengan manusia kita selalu fast respon, tetapi ketika dengan Allah kita sangat slow respon? Bukankah Allah yang Maha Mengatur dan Menciptakan, bukankah Allah adalah atasan dari ketua panitia dan dosen kita? Lantas mengapa kita sering menunda-nunda untuk menghadap-Nya? Padahal kita tahu bahwa kita memiliki batasan usia, kematian menjadi hal yang pasti, belum tentu esok masih bernapas lagi, tetapi mengapa dengan tenang dan bodohnya kita melakukan aktivitas dunia dengan menunda-nunda kebaikan. Ibnu Athaillah berkata, “Menunda beramal saleh guna menantikan kesempatan yang lebih luang termasuk tanda kebodohan diri.” Ketika banyak laprak atau event kita sering bilang “nanti” “5 menit lagi” “sek tanggung, nunggu iki rampung” “besok kalau selo aku bakal blablabla.” Terlalu sering kita mengkambing hitamkan laprak atau kesibukan lain sebagai alasan diri kita futur, sering lalai, tak pernah mengerjakan sunnah. Oke, lantas ketika kita telah diberi waktu luang selapang-lapangnya, ketika liburan misalnya, justru waktu luang kita yang dulu katanya hendak digunakan untuk ibadah malah kita gunakan untuk mengerjakan aktivitas sia-sia seperti nonton film, nonton drakor, rebahan, ngegame, nongkrong hingga shalat dhuhapun terlewat, tahajud pun tak kuat karena mata yang terlalu berat, shalat jamaah pun tak sempat, baca Al-Qur’an pun terasa berat. Lantas kapan lagi kau akan beribadah? Di waktu sibuk tak sempat, di waktu luang malah terbuang. Ya Allah, padahal kami mengharapkan surga, tapi kelakuan kami tak pantas menjadi sebab untuk dimasukkannya kami ke dalam surga. Kita begitu takut ketika diancam ke neraka, tetapi kelakuan kita seolah-olah sedang memohon untuk dimasukkan ke neraka secepatnya.

Selama 20 tahun hidup, apabila diakumulasikan waktuku banyak kuhabiskan untuk apa? Coba bandingkan, umur kita lebih banyak dihabiskan untuk beribadah ataukah untuk hal yang sia-sia? Bukankah Allah menciptakan jin dan manusia dengan tujuan untuk beribadah kepada-Nya. Sudah lama sekali kita hidup, tapi menghafalkan Qur’an pun kita tak mampu, lantas harus hidup berapa lama lagi agar kita mampu? Sesungguhnya usia kita hanya kumpulan dari detik-detik, dan detik-detik tersebut akan terlewat begitu saja dan tak akan pernah kembali. Kitalah yang berperan dan menentukan apakah detik tersebut dapat mengantarkan kita ke surga ataukah justru menjerumuskan kita ke neraka. Ingatlah bahwa suatu saat nanti Allah akan meminta pertanggung jawaban pada kita dengan bertanya “waktumu kau habiskan untuk apa?” Umur itu amanah, masa tak pernah menunggu, waktu akan tetap berjalan, dan tahun akan tetap berganti. Sesungguhnya waktu adalah modal yang diberikan Allah untuk kita, tak ada jeda istirahat bagi orang-orang muslim ketika di dunia, dunia memang tempatnya lelah untuk mengejar keberkahan dan ridho-Nya, karena istirahat sejati milik kita adalah ketika kita telah menginjakkan kaki ke dalam surga. Bukankah lebih baik berlelah di dunia daripada di akhirat kelak, lelah mendapat siksa dan azab yang pedih. Naudzubillahimindzalik. Maka dari itu sibukkanlah diri degan segala hal yang produktif, bergeraklah. Berhenti bergerak berarti mati. Tak apa lelah asalkan Lillah, itu semua akan menjadi nikmat, karena dengan lelah itulah yang akan mengantarkan kita meraih nikmat di surga-Nya kelak. Surga itu tinggi, maka usaha yang kita lakukan harus tinggi pula untuk mendapatkannya. Surga tak pantas bagi orang-orang mager yang bercita-cita pendek.

Sumber :

Ahmad Rifa’i Rif’an. 2019. Tuhan, Maaf  Kami Sedang Sibuk (Spesial Edition).  PT Elex Media Komputindo. Jakarta

Leave a comment

Your email address will not be published.

X